Sejarah Singkat Gerakan Teosofi

Kata “teosofi” berasal dari bahasa Yunani yatu theosophia yang berarti kebijaksanaan ilahi. Teosofi merupakan sistem filsafat yang bertopang kepada pengalaman batiniah dan mistik secara lebih terinci. Teosofi tidak saja berhubungan dengan ketuhanan, tapi juga kearifan, kehidupan alam roh dan juga alam gaib. Teosofi merupakan kebijaksanaan kuno, inti segala agama besar dunia. Ajarananya sudah terdapat dalam brahmanisme, kabbala, dan lain-lain. Pada 1875, ajaran tersebut dihidupkan kembali dan diperbarui oleh Ny. Helena Petrovna Blavatsky. Teosofi dalam organisasi modern dinamakan Theosophical Society (TS) atau Perkumpulan Teosofi. Dan upaya merealisasikan cita-cita tersebut dinamakan Gerakan Teosofi. (Selengkapnya baca Encyclopaedia of Religion and Ethics [1961], XII, hlm. 300-315.)

Gerakan Teosofi agaknya merupakan gejala menarik di negara-negara kolonial. Peranannya dalam memberi peluang bagi kebangkitan nasional dan politik kemerdekaan tampak dalam sejarah India maupun maupun dalam kebangkitan Hindu-Buddha di Sri Langka. Teosofi seolah menjadi suatu wadah bagi bertemunya nilai-nilai Barat dan Timur, serta menjadi sarana perlawanan yang bersifat kultural terhadap pemerintah kolonial. Kenyataan ini tampak pada bagaimana masyarakat teosofi yang berlatarbelakang berbeda dalam hal ras, kepercayaan, jenis kelamin dan warna kulit sama-sama berkeyakinan bahwa persaudaraan universal merupakan hakikat dari cita-cita tertinggi bagi umat manusia.

Rupanya Gerakan Teosofi juga memiliki perngaruh di Hinda Belanda. Berdasarkan sejarah organisasi tersebut terlihat bahwa meskipun Hindia resminya baru memiliki Gerakan Teosofi pada 1901 ketika berdiri di kota Semarang. Sesungguhnya benih teosofi sudah tumbuh sejak 1881, yaitu dengan berdirinya The Pekalongan Theosophical Society (Perkumpulan Teosofi Pekalongan).

Kenyataan ini makin menarik jika dikaitkan dengan latarbelakang pelopor dan orang-orang yang kemudian menjadi anggotanya. Walaupun orang Eropa nampak dominan, Gerakan Teosofi kelak mendapat simpati di antara kaum terpelajar atau sebagian kaum intelektual Hindia yang baru tumbuh itu.

Dari situlah bisa di dapati bahwa teosofi ternyata mampu menembus corak pemikiran masayarakat bertradisi mistis seperti Hindia Belanda. Kelihatanya, konsep-konsep teosofi yang merupakan pengetahuan rasional bercorak mistik-okultis itu menarik kalangan intelektual dan menjadi semacam organisasi alternatif dalam menghadapi kondisi masyarakat bercorak kolonial.

Di bawah pimpinan seorang tokoh pembaruan pendidikan dan etis Dirk van Hinloopen Labberton, beberapa tokoh muda dan terpelajar Indonesia bergabung dalam gerakan ini. Menurut penelitian David Reeve, tercatat sejumlah nama yang ternyata erat kaitannya dengan organisasi berorak nasional pertama, Boedi Oetama (BO) dan organisasi bercorak politik pertama, Indische Partij. Sedangkan tesis yang dibuat Akira Nagazumi secara panjang lebar menguraikan bagaimana hubungan dan pengaruh teosofi dalam organisasi BO yang ditelitinya.

Selain nama-nama yang telah disebutkan kedua sarjana tad, berdasarkan riset kepustakaan terdapat sejumlah tokoh terkenal dalam sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Prof. John D. Legge dengan jelas menunjukan bahwa didikan R. Soekemi, seorang muslim Jawa pengikut Gerakan Teosofi terhadap Soekarno, telah membawa pengaruh yang cukup kuat pada presiden pertama Republik Indonesia itu.

Karya biografi merupakan sumber yang kaya dalam melukiskan keterlibatkan dan besarnya pengaruh teosofi pada diri beberapa tokoh Indonesia, misalnya dalam otobiografi Achmad Soebardjo atau kisah pengalaman pribadi Abu Hanifah. Pada buku-buku tersebut terungkap tentang manfaat-manfaat yang dapat dpetik seorang intelektual muda terpelajar Indoneia serta manfaat pergaulan yang luas dengan kelompok intelektual lain, yaitu kelompok bangsa Eropa dan Timur Asing. Kedua tokoh tersebut menganggap bahwa teosofi amat berguna dalam pembentukan jiwa manusia yang selalu mendambakan kemajuan dan cita-cita tertinggi manusia.

Fakta di atas rasanya belum lengkap apabila tidak menyebutkan beberapa nama lain yang pernah aktif terlibat dan bahkan menjadi tokoh dalam gerakan ini. Beberapa nama yang dapat disebutkan adalah Goenawan Mangoenkoesoemo, Tjipto Mangoenkoesoemo, H. Agus Salim, Amir Sjarifoedin, M. Mutahar [pencipta lagu], kalangan Mangkunegaraan, Paku Alaman Yogyakarta, dll.

Ahmad Ariefuddin

Tinggalkan komentar