Antara agama dan budaya

Menurut Hilman Hadikusuma ada istilah agama, ada agama budaya, dan kebudayaan agama. Pertama agama ialah ajaran yang diturunkan oleh Tuhan untuk petunjuk bagi umat manusia dalam menjalankan kehidupan. Kedua agama budaya ialah petunjuk hidup yang berasal dari pemikiran dan kebudayaan manusia. Ketiga yaitu kebudayaan agama ialah hasil kreasi manusia beragama, seperti tafsir Al-Qur’an, kaligrafi dan lainnya (lihat Hadikusuma 1993: 15-28)

Para agamawan atau teolog tidak mau mengakui agama sebagai kebudayaan. Agama di turunkan oleh Tuhan kepada umat manusia untuk petunjuk bagi mereka dalam menjalani hidup dan kehidupan. Ajaran Tuhan bukan kebudayaan. Dengan demikian, agama bukan kebudayaan.

Agama (wahyu) sebagai ajaran dari Tuhan bukanlah kebudayaan karena bukan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Akan tetapi, ajaran agama bukan semuanya yang merupakan wahyu Tuhan. Banyak pula yang merupakan interpretasi dan pendapat pemuka agama terhadap wahyu Tuhan itu, sehingga merupakan kebudayaan. Namun demikian, ada juga agama yang memang merupakan kebudayaan manusia, yaitu yang hanya berasal dari tradisi turun-temurun dan tidak jelas siapa pembawanya, kapan dan dimana turunya. Ilmu perbandingan agama menamakan ajaran tersebut dengan sebutan agama budaya.

Namun, manusia atau penganut agama melaksanakan, meyakini, dan menghayati ajaran wahyu atau agama yang berasal dari yang gaib itu. berdasarkan definisi kebudayaan di atas apa yang mereka laksanakan dan yakini adalah kebudayaan karena dilakukan oleh manusia atau masyarakat yang menganut agama tersebut. Namun, kebudayaan yang mereka suguhkan bukanlah sembarang kebudayaan, tetapi kebudayaan yang dikembangkan dari ajaran agama yang bersangkutan. Ayat tentang wajib shalat misalnya bukanlah kebudayaan, tetapi shalat yang ditegakan umat Islam adalah kebudayaan Islam. Ajaran adama ada yang budaya, yaitu yang dipahami dan diijtihati oleh pemuka agama, dan ada yang bukan budaya, yaitu yang langsung di ungkapkan dari ayat-ayat Tuhan. Akan tetapi, melaksanakan ajaran agama atau beragama adalah kebudayaan agama.

Ini berbeda dengan pendapat Gazalba bahwa melaksanakan ajaran agama yang dinyatakan dengan jelas dan tegas oleh Wahyu (qath’iy), seperti shalat, puasa, zakat bukanlah kebudayaan. Akan tetapi, menafsirkan ajaran agama dan melaksanakan tafsiran atau hasil ijtihad, seperti shalat dengan jahar basmalah, qunut, atau tanpa demikian adalah kebudayaan. (Gazalba 1962: 17-111). Jadi, bagi Gazalba, penilaian apakah sesuatu dinamakan kebudayaan atau tidak adalah dari asal pikiran, rasa dan karsa itu sendiri. Kalau semuanya itu berasal dari manusia, dia adalah kebudayaan. Namun, kalau asal usulnya bukan dari manusia atau masyarakat, menurut Gazalba, bukanlah kebudayaan.

Ahmad Ariefuddin

Tinggalkan komentar